Kamis, 18 Agustus 2011

Bid’ah Menabuh Beduk dan Puji-pujian Sebelum Shalat

Menabuh Bedug Sebelum Adzan
Termasuk amalan jelek yang membudaya di negeri kita adalah menabuh bedug sebelum adzan. Apakah belum sampai kepada mereka hadits Abdullah bin Zaid yang melihat dalam tidurmya seseorang yang membawa genderang/lonceng lalu berkata:
“Ya Abdullah (ya fulan) apakah kau jual loncengmu? Dia jawab untuk apa lonceng itu, saya katakan untuk mengajak shalat, dia bilang apakah tidak aku tunjukkan padamu yang lebih bagus dari lonceng itu, saya bilang iya, dia bilang ucapkan: Allahu Akbar Allahu Akbar.” (HR. Abu Dawud 421, Tirmidzi 174, dll)
Belum cukupkah kaum muslimin dengan ajaran Allah dan Nabi-Nya padahal Allah telah menyempurnakan agama ini? Ini adalah perbuatan tasyabbuh (meniru-niru) dengan orang-orang Nashara tatkala mengumpulkan orang-orang mereka membunyikan lonceng dulu. Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang kita mengikuti orang-orang Yahudi dan Nashrani atau menjadikan mereka sebagai pemimpin-pemimpin kita, sebagaimana firman Allah:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan nashrani sebagai pemimpin/orang yang dicintai, sebagian mereka adalah wali/pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kalian menjadikan mereka sebagai pemimpin/orang yang dicintai maka sungguh orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang dzalim.” (Al Maidah: 51)
Menabuh bedug termasuk mengikuti ajaran mereka. Sunggug benar keadaan kaum muslimin yang digambarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Sungguh kalian akan mengikuti orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sampai pun ketika mereka masuk lubang biawa kalian akan mengikutinya. Para shahabat mengatakan: Yahudi dan Nashara ya Rasulullah? Beliau menjawab: lalu siapa lagi (kalau bukan mereka)?” (HR. Muslim 4822 dari Ibnu Mas’ud)
Kesimpulan hadits:
1. Bahwa kaum muslimin akan mengikuti jejak orang-orang kafir baik yahudi maupun nashrani.
2. Lubang biawak sangat berliku-liku. Sangat sulit untuk mencarinya. Ini adalah suatu ibarat bahwa bagaimanapun sulit dan berliku jalan yang ditempuh oleh kaum yahudi dan nashrani, kaum muslimin akan mengikutinya.
Kaum muslimin tidak boleh mengikuti perilaku, tatacara, tutur kata atau ibadah lainnya seperti puasa, shalat dsb [1]. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu berusaha menyelisihi orang-orang kafir, baik kaum musyrikan maupun ahlu kitab. Wallahul musta’an.



Puji-pujian Sebelum Iqamat
Ini yang paling banyak melanda kaum muslimin di Indonesia. Mereka sangat gemar melakukan puji-pujian sebelum shalat jama’ah dengan keyakinan bahwa amalan ini merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah. Lafadz yang sering dilantunkan di antaranya:
1. Allahumma shalli shalaatan kamilatan wa sallim salaman… [3]
2. Tombo ati iku lima ing wernane, siji maca Qur’an ngerti ing maknane, kapindhone shalat wengi lakonono, kaping telu… (dengan bahasa Jawa)
3. Atau lafadz puji-pujian yang kontroversial yang muncul ketika Gus Dur jadi presiden, “Presidene Gus Dur, rakyate adil makmur.”
Berikut ini dampak negatif yang timbul dari puji-pujian:
1. Orang yang melakukan shalat sunnah sangat terganggu dengan suara-suara itu sehingga shalatnya tidak khusyu’.
2. Pelakunya hanya akan senda gurau dengan amalan ini, sesuai dengan namanya ‘puji-pujian’ (menunjukkan ketidaksungguhan dalam memuji Allah). Padahal waktu antara adzan dan iqamah adalah waktu yang sangat mustajab. Sebagaimana sabdi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Doa yang tidak akan ditolak: antara adzan dan iqamah.” (HR. Ahmad dari Anas bin Malik)
3. Hal ini persis dengan amalan Nashrani berupa lagu-lagu gereja yang dinyanyikan sebagai ibadah (menurut mereka) padahal syariat Islam melarang kaum muslimin untuk bertasyabbuh (meniru) perbuatan orang-orang kuffar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar